Semenjak media sosial menjadi bagian dari hidup kita, kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain juga terus berkembang. Alurnya dimulai dari kecenderungan untuk membagikan kisah hidup dengan berbagai motivasi. Ada yang sekedar ingin berbagi memori indah, tapi ada pula yang ingin pamer (show off). Thomas J. DeLong, profesor Harvard Business School, mendapati tren yang merisaukan di antara para mahasiswa dan rekan-rekan kerjanya, yaitu "obsesi membanding-bandingkan". Para eksekutif, analis di Wall Street, pengacara, dokter, dan kaum profesional lainnya terkena obsesi untuk membanding-bandingkan keberhasilan mereka sendiri dengan kesuksesan orang lain.
Salah satu tokoh Alkitab bernama Nabi Elia, pernah membandingkan dirinya ketika ia berkata, "Cukuplah itu! Sekarang, ya Tuhan, ambillah nyawaku, sebab aku ini tidak lebih baik daripada nenek moyangku." Ketika Anda mulai membanding-bandingkan diri, maka akan ada banyak sikap negatif yang muncul, seperti iri hati, kesombongan, rendah diri, krisis ucapan syukur, dan sebagainya. Mulai saat ini, berhentilah membandingkan diri Anda dengan orang lain, karena setiap pribadi adalah unik dan spesial. Hanya ada satu pribadi yang dapat Anda capai, yaitu diri Anda sendiri. Tuhan tidak mau kita mempersulit diri dengan cita-cita yang Tuhan tidak pernah taruh dalam diri kita. Ketika kita menyediakan waktu untuk bersyukur kepada Allah atas berkat dan penyediaan-Nya setiap hari, pemikiran kita pun berubah dan hati kita percaya sepenuhnya bahwa Allah itu baik bagi masing-masing kita. [LS]