Charles Swindol pernah berkata, "Semakin lama saya hidup, semakin saya menyadari dampak sikap terhadap kehidupan. Bagi saya, sikap lebih penting daripada fakta. Ia lebih penting dari pada masa lalu, pendidikan, uang, kegagalan, sukses, dan apa yang orang-orang pikir, katakan, dan lakukan. Ia lebih penting dari pada penampilan, bakat, atau keahlian. Ia bisa membina atau menghancurkan sebuah perusahaan, gereja, atau rumah tangga." Memang benar, bahwa sikap memberi dampak besar di dalam kehidupan karena setiap hari seluruh bagian kehidupan ditentukan oleh sikap yang kita ambil atau putuskan.
Di dalam Roma 12:2 dikatakan bahwa sebagai orang percaya, cara kita bersikap di dalam hidup tidak boleh memakai prinsip atau cara dunia, melainkan dengan prinsip yang dikehendaki oleh Allah, yang tentunya kita peroleh melalui kebenaran firman Allah. Inilah juga yang disampaikan Rasul Paulus dalam suratnya yang ia tulis, agar hendaknya sikap hidup kita berpadanan dengan Injil Kristus (Filipi 1:27). Belajarlah dari kehidupan Yesus selama berada di dunia, Ia selalu berhasil mempertahankan sikap yang baik dan benar dalam segala situasi. Ketika ditolak di tempatnya sendiri, Ia tidak menjadi berang; ketika mengetahui isi hati orang-orang kepada-Nya, Ia tidak mempercayakan diri-Nya kepada mereka tetapi tanpa disertai rasa curiga dan sikap membenci; ketika ditinggalkan oleh semua murid-murid-Nya, Ia tidak kecewa; ketika disangkal oleh Petrus, salah satu murid yang dikasihi-Nya, Ia tetap mengasihinya, bahkan ketika dikhianati oleh murid-Nya sendiri Ia tidak menjadi pahit hati dan putus asa, dan masih banyak contoh lainnya. Semua sikap itu Yesus ambil karena Ia tahu betul bahwa tujuan-Nya adalah menuruti kehendak Bapa, menyenangkan Bapa-Nya, serta menuntaskan tugas dari Bapa-Nya, bukan memuaskan kemauan Pribadi-Nya. Prinsip yang sama berlaku bagi kita, sikap hidup kita harus dilandaskan pada tujuan hidup kita, yaitu untuk menjadi sama seperti Yesus. [RS]