Ketika mendengar kata "Emergency", dalam benak kita pasti muncul suatu kondisi, dimana keadaan tersebut dapat kita klasifikasikan sebagai keadaan darurat. Setiap orang mempunyai definisi daruratnya masing-masing. Ada yang mengalami masalah finansial sebagai keadaan darurat, ada yang mengalami masalah keluarga, ada pula yang mengalami masalah kesehatan sebagai keadaan daruratnya, dan lain sebagainya.
Di dalam Alkitab, Hana juga mengalami keadaan darurat di dalam rumah tangganya. Ia mengalami kesengsaraan selama bertahun-tahun karena tak kunjung mempunyai anak. Suatu kali ketika suaminya, Elkana, mempersembahkan korban, korban itu diberikan kepada madunya yang bernama Penina dan semua anaknya, sedangkan Hana hanya mendapatkan satu bagian. Ia juga selalu mendapatkan perlakuan yang buruk dari Penina. Hati wanita mana yang tidak hancur jika harus menghadapi situasi seperti ini. Mungkin Hana memiliki alasan untuk marah kepada Tuhan dan berpaling dari-Nya. Namun, dibalik kesengsaraan yang dialaminya, ia memilih untuk menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya tempat peraduan (Bahkan suaminyapun tidak mengerti betapa menderitanya Hana (1 Samuel 1:8), Imam Eli pun sempat menganggapnya sedang mabuk ketika ia berdoa sambil menangis tersedu). Maka benarlah yang dilakukan Hana, bahwa hanya Tuhan yang paling mengerti isi hati kita. Itulah sebabnya Hana memilih untuk berdoa dan mencurahkan segala sakit hatinya di hadapan Tuhan diawali dengan pujian dan ucapan syukur. Setelah peristiwa itu, Tuhan menenangkan Hana, Ia mendengar doa-doanya dan mengaruniakannya seorang anak yang diberi nama Samuel dan juga lima anak lainnya (1 Samuel 2:21). Melalui kisah ini, kita belajar bahwa kepercayaan, keberserahan, dan ketaatan kepada Tuhan adalah bagian kecil dalam rencana besar Allah. Keputusan ada pada kita masing-masing, maukah kita percaya dan menjadikan Tuhan sebagai yang terutama dan satu-satunya di dalam hidup ini? [KH&LS]