Alkisah, seorang ayah yang memiliki empat orang anak ingin anak-anaknya belajar tentang kehidupan. Ia meminta mereka untuk mengamati pohon apel yang tumbuh di bukit yang cukup jauh dari rumah mereka. Ia tidak mengirim mereka bersamaan, anak yang pertama diminta untuk mengamati pada musim dingin, anak yang kedua pada musim semi, anak ketiga pada musim panas, dan anak yang bungsu pada musim gugur. Setelah masing-masing mengamati, masing-masing anak diminta untuk menjelaskan apa yang mereka lihat. Anak yang pertama mengatakan bahwa pohon itu tampak hampir mati, bentuknya jelek, rantingnya kering, dan hampir tidak ada daunnya. Anak yang kedua tidak setuju, ia mengatakan bahwa batang pohon itu penuh dengan tunas ranting baru, pucuk-pucuk daun yang mulai bermunculan, dan pohon itu pasti akan tumbuh. Anak yang ketiga berkata bahwa ia tidak menemukan pucuk-pucuk daun muda, ia melihat pohon itu penuh dengan bunga yang harumnya semerbak, dan pohon itu begitu indah. Lagi-lagi, si bungsu tidak setuju. Ia mendapati pohon itu penuh dengan buah-buah segar yang siap untuk dipetik. Sang ayah tersenyum dan berkata bahwa mereka semua benar, yang mereka lihat hanyalah satu musim dalam kehidupan pohon apel itu. Kehidupan tidak dapat dinilai hanya dari satu fase atau satu musim saja. Setelah masa-masa sulit, akan ada harapan, kesempatan, keindahan dan kepenuhan hidup di musim-musim berikutnya.
Kisah di atas memang adalah kisah fiksi, namun makna yang terkandung dalam kisah tersebut adalah sebuah kebenaran. Setiap individu, begitu juga halnya dengan peradaban manusia, pasti melalui musim yang berbeda-beda. Terlepas dari keadaan atau perubahan yang terjadi dalam kehidupan, Tuhan sesungguhnya telah menempatkan suatu benih kekekalan di dalam diri kita masing-masing (Pengkhotbah 3:11). Benih kekekalan itu adalah alasan mengapa Tuhan menciptakan kita, tujuan hidup yang telah Tuhan tetapkan bagi setiap kita. Dalam masa-masa sulit seperti ini, kita perlu meredefinisikan kembali tujuan hidup yang Tuhan tetapkan bagi kita. Tuhan tidak pernah merancangkan hal yang buruk bagi kita. Jadi percayalah, Tuhan pasti punya maksud atas semua ini. Tata kembali prioritas-prioritas hidup kita. Selaraskan dengan tujuan hidup yang Tuhan berikan bagi kita, sehingga kita tidak kehilangan harapan dan kesempatan untuk meraih kepenuhan hidup yang Tuhan persiapkan bagi kita semua. [HS]