Ketika Anda sedang bersusah hati, selalu ada orang-orang dekat yang mencoba menghibur. Sayangnya, jika penghiburan itu tidak dibekali hikmat terkadang berujung pada hal yang tidak menyenangkan. Kondisi seperti ini dialami Ayub. Ketika dia berada di titik terendah dalam hidupnya, teman-temannya datang dengan niat baik. Namun apa yang Ayub dengar dari mereka justru omong kosong yang pahit di telinganya, karena apa yang Ayub alami terlalu berat. Perkataan yang dikatakan oleh teman-temannya terdengar sia-sia, terasa klise bahkan menambah luka.
Jika kita menempatkan diri pada posisi Ayub, apa yang benar-benar dibutuhkan bukanlah kata-kata indah, penjelasan teologi penderitaan, koreksi atau nasihat, bahkan kadang mereka tidak butuh dihibur. Hal ini cukup beralasan karena orang yang mengalami kesedihan mendalam tidak dapat memproyeksikan beberapa hal secara tepat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa apa yang benar-benar mereka butuhkan adalah seorang pendengar. Pendengar yang dimaksud disini tidak hanya mendengar, tapi juga yang menunjukkan empati, "Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis!" (Roma 12:15). Dengan mengetahui hal ini, kiranya kita dapat lebih bijak lagi dalam menghadapi teman-teman yang sedang mengalami kesedihan. Dengarkanlah mereka terlebih dahulu, berbicaralah jika mereka meminta kita untuk berbicara dan yang terpenting hati yang tulus akan mendukung mereka di dalam doa. [LS]