Pengendalian diri adalah tindakan disengaja yang membutuhkan pengerahan tenaga dalam melakukannya. Itulah sebabnya pengendalian diri dapat disebut sebagai keterampilan atau kepiawaian, selain memang tidak semua orang dapat mengendalikan dirinya sendiri. Dalam kehidupan kita sehari-hari, baik di rumah, kantor, lingkungan pertemanan, dan komunitas lainnya, pengendalian diri sangat dibutuhkan. Banyak masalah terjadi saat seseorang gagal mengendalikan dirinya. Perhatikan bahwa ini dikarenakan pengendalian diri berkaitan dengan kecerdasan emosional, yaitu kemampuan untuk memahami, mengevaluasi, serta merespon emosi diri sendiri dan orang lain. Mereka yang gagal mengendalikan diri bisa mengalami emotional eating (emosi yang mengakibatkan makan berlebihan), emotional driving (emosi di jalan), emotional spending (emosi berbelanja), dan juga emotional speaking (emosi dalam berkata-kata).
Firman Tuhan banyak menyinggung soal pengendalian diri, salah satunya dalam bacaan Alkitab hari ini. Orang benar yang kuatir di hadapan orang fasik layaknya mata air yang keruh dan sumber yang kotor. Orang benar sekalipun, jika tidak mampu memahami, mengevaluasi, serta merespon emosi diri, di hadapan orang fasik mereka akan tampak seperti air yang keruh. Ayat selanjutnya mengingatkan bahwa tidak baik makan banyak madu; sebab itu biarlah jarang kata-kata pujianmu. Sekali lagi kita di dorong untuk dapat mengendalikan diri, baik dalam memberikan maupun menerima pujian. Di akhir pesannya, penulis Amsal mengatakan, "Orang yang tak dapat mengendalikan diri adalah seperti kota yang roboh temboknya." Jika kita tidak dapat memahami, mengevaluasi, dan merespon emosi diri sendiri dan orang lain, kita sama tidak berdayanya seperti kota yang telah runtuh pertahanannya. Maka dari itu kita harus mengusahakan pengendalian diri, salah satunya dengan cara meningkatkan kecerdasan emosional. Kabar baiknya, Yesus adalah pribadi dengan kecerdasan emosional yang tinggi dan Alkitab membantu kita meningkatkan kecerdasan emosional. Melalui firman-Nya, kita dimampukan untuk menyadari dan mengelola emosi-emosi dalam diri kita. Kita juga dapat belajar mengidentifikasi perasaan orang lain dan melatih empati terhadap sesama dengan meneladani belas kasih Yesus bagi banyak orang. Bila perlu, tanyakan pada orang dekat Anda, seberapa baik Anda merespon dan menangani situasi konflik dan stres, seberapa baik Anda mengungkapkan empati kepada sesama. Kita harus memiliki kecerdasan emosional, karena itu membantu kita menjadi model kasih, kebaikan, dan pengertian di semua lapisan masyarakat. [LS]