Pagi ini Theo tidak sabar untuk pergi ke sekolah. Theo ingin menunjukkan sepatu barunya kepada teman-teman. “Pa, ayo cepat, nanti aku terlambat nih,” ucap Theo kepada Papa. Di sekolah, Theo melangkahkan kakinya dengan bangga. Tentu saja, sepatu baru Theo mencuri perhatian teman-temannya. “Wah, sepatu kamu baru lagi?” tanya temannya. “Iya donk. Ini keluaran terbaru loh, di Indonesia belum ada,” jawab Theo sambil memamerkan sepatunya. Teman-teman Theo terkagum-kagum. Itu merupakan sepatu baru Theo yang kedua dalam 6 bulan ini. Theo memang dikenal sebagai anak yang suka sekali mengoleksi sepatu. Dia sering berganti-ganti sepatu meski sepatu lamanya masih bagus. Di dalam kelas, Theo melihat Rey juga menggunakan sepatu baru. Theo tidak dapat menerima hal tersebut. Sepulang sekolah, Theo lantas minta kepada Mamanya untuk dibelikan sepatu yang baru. “Sepatu kamu masih bagus-bagus, sayang. Kenapa mau beli lagi?” tanya mama Theo. “Iya Ma, tapi model sepatu Theo kan sudah lama semua Ma!” jawabnya. Papa memanggil Theo dan mengajaknya untuk berbicara. Papa menjelaskan sifat Theo yang merasa ingin memiliki semua sepatu baru itu tidak baik. Membeli sepatu baru tidak salah, yang menjadi masalah adalah ketika kita terus ingin membeli dan tidak pernah merasa puas. Papa menyarankan agar uang Theo ditabung saja untuk keperluan lain. Mama juga menjelaskan meskipun Theo mendapat sepatu baru lagi, selama Theo tidak bersyukur, maka Theo tidak akan pernah merasa cukup dan puas.
Teman-teman, dari cerita Theo kita belajar bahwa sebanyak apa pun sepatu baru yang kita miliki, tidak akan membuat kita merasa puas bila kita tidap bersyukur dan belajar untuk merasa cukup. Firman Tuhan hari ini juga mengajak kita untuk belajar mencukupkan diri dengan apa yang kita miliki. Tuhan mau kita menjadi anak-anak yang bisa bersyukur dan mencukupkan diri, serta mampu membedakan mana yang menjadi kebutuhan dan mana yang hanya keinginan kita dengan hikmat dari-Nya. [HA]