Ketidaktaatan Saul untuk memusnahkan Amalek secara total mengakibatkan ia harus kehilangan posisinya sebagai raja. Dari konsekuensi ini, kita tahu apa yang dilakukan Saul merupakan dosa yang serius. Bangsa Amalek adalah bangsa yang tinggal di selatan Kanaan, yang menjadi salah satu bangsa pertama yang ditemui bangsa Israel. Faktanya, pemusnahan bangsa Amalek pada zaman Saul merupakan pelaksanaan perintah yang diberikan bertahun-tahun sebelumnya dan telah diulangi beberapa kali (Keluaran 17; Bilangan 24; Ulangan 25).
Diakui atau tidak, ketidaktaatan Saul di masa itu, mirip dengan ketidaktaatan yang sering dilakukan orang Kristen saat ini, yaitu memaklumi ketidaktaatan kepada Tuhan dengan alasan-alasan yang terkesan rohani. Saul menyampaikan bahwa ia membiarkan hewan-hewan yang terbaik untuk dipersembahkan kepada Tuhan, padahal melalui firman Tuhan yang disampaikan kepada Samuel (ayat 11), kita diberi tahu bahwa ia memiliki motivasi lain, yaitu kepentingan dirinya sendiri. Saul dan rakyat dapat menikmati daging dalam perjamuan korban (1 Samuel 2:12-17; 9:11-25), sekaligus mereka dapat mengorbankan ternak kepada Tuhan sebagai pengganti ternak mereka sendiri, dengan kata lain, mereka menghindari pengorbanan yang sesungguhnya dari pihak mereka. Dari hal ini kita melihat ketidaktaatan yang sangat menistakan Tuhan. Firman Tuhan jelas, mendengarkan lebih baik dari pada korban sembelihan. Kata "mendengarkan" disini adalah "shama" yang berarti menaati. Untuk itu, mari kita menganggap serius ketaatan pada Firman Tuhan, jangan biarkan diri kita ragu-ragu setiap kali firman Tuhan memerintahkan sesuatu pada kita, sebab ketaatan yang setengah-setengah sama dengan ketidaktaatan. Di dalam perjalanan kita mengikut Tuhan, kita harus terus melatih diri kita untuk semakin taat dan sesuai dengan yang Tuhan kehendaki. Jangan ulangi kesalahan Saul, karena besar harga yang harus dibayar atas ketidaktaatan. [LS]