Menjadi pribadi yang mandiri merupakan hal positif, namun menjadi hyper-independence sama sekali berbeda. Hyper-independence merupakan sikap seorang individu yang berupaya sepenuhnya mandiri dalam segala hal. Mereka hidup seperti tidak membutuhkan bantuan dan dukungan dari siapa pun–yang pada hakikatnya tidak mungkin. Terlebih bagi kita orang percaya, kebergantungan pada Tuhan adalah kebutuhan. Melibatkan Tuhan di seluruh aspek kehidupan kita bukan lagi opsional, melainkan keharusan. Sebab ketika kita berjalan sebagai orang Kristen yang lebih mengandalkan diri sendiri daripada Tuhan, kita harus bersiap dengan harga yang harus kita bayar.
Beberapa orang di dalam Alkitab pernah menunjukkan sikap hyper-independence ketika mereka terlalu bersandar pada sumber daya dan kekuatan mereka sendiri daripada Tuhan. Salah satunya ialah Salomo. Seiring dengan pernikahan Salomo dengan banyaknya perempuan asing, Salomo mulai menunjukkan tanda-tanda hyper-independence (1 Raj. 11:4). Ia tak lagi berpegang pada perjanjian dan segala ketetapan Tuhan. Salah satu tindakan hyper-independence-nya adalah mulai mengimpor kuda dari Mesir dan dari Kewe, yang mana ini merupakan pelanggaran langsung terhadap Ulangan 17:16, sebuah perintah kepada raja-raja Israel, "janganlah ia memelihara banyak kuda dan janganlah ia mengembalikan bangsa ini ke Mesir untuk mendapat banyak kuda". Sungguh sangat disayangkan, pada akhirnya Tuhan mengoyakkan kerajaannya. Melalui kitab Amsal, Salomo menasihati anaknya dan juga kita semua untuk selalu bergantung kepada Tuhan, tak peduli sehebat apa pun pencapaian, kekayaan, atau kepintaran kita. Salomo telah menemukan bahwa hanya Tuhan yang layak dipercaya. Itu berarti kita juga harus menyingkirkan pengertian kita sendiri. Sebaliknya, kita harus mengakui dan mengingat Tuhan dalam segala hal yang kita perbuat. Undang Tuhan dalam kehidupan kita sehari-hari. Mintalah nasihat serta petunjuk-Nya, sehingga dalam hidup ini kita dapat melangkah maju dengan yakin, sebab kita telah berada di jalan yang Tuhan maksudkan. [LS]