Semasa Yesus hidup, Ia pernah menegur dua murid tentang kebodohan mereka. Kata-Nya, "Hai kamu orang bodoh, betapa lambannya hatimu, sehingga kamu tidak percaya segala sesuatu, yang telah dikatakan para nabi!" Mengapa Yesus berkata demikian? Waktu itu dua murid ini pergi ke Emaus. Mereka tidak percaya terhadap berita kebangkitan Yesus, yang bahkan telah disampaikan oleh para perempuan yang pergi ke kubur Yesus. Dalam keadaan yang sedang berduka, mereka tidak menerima kenyataan dan terjebak dengan pemikiran mereka sendiri. Itulah sebabnya, Yesus sebagai "orang asing" menghampiri mereka dan mempertanyakan apa yang terjadi. Kedua murid ini pun menceritakan keadaan sebenarnya, duka mereka, termasuk di dalamnya harapan mereka yang tidak terwujud, dan akhirnya memaparkan kisah perempuan-perempuan yang tidak menemukan mayat Yesus. Lantas Yesus pun menegur kebodohan mereka karena tidak percaya terhadap apa yang telah dikatakan firman, yang disampaikan para nabi sebelumnya, dan juga pesan Yesus perihal kebangkitan-Nya.
Perhatikan bahwa kebodohan itu dikaitkan dengan sesuatu yang berasal dari hati yang lamban dan tidak percaya. Ketika situasi begitu kalut, berbagai harapan tidak tercapai, kita berduka dan kecewa, acap kali kita bertindak bodoh seperti kedua murid ini. Kita mempertanyakan janji Tuhan dan terjebak dengan pemikiran kita sendiri. Tentu Tuhan menghendaki setiap kita menjadi murid yang bijak dan arif, yang peka dengan maunya Tuhan. Seperti firman-Nya, "Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan (Efesus 5:17)." Karenanya, hendaklah segala sesuatu yang kita tahu tentang firman-Nya tidak sampai sebatas pikiran saja, tetapi tersimpan di lubuk hati, agar itu terwujud sebagai iman dan tampak dalam perbuatan. Kita bisa memulainya dengan berkomitmen untuk tetap mentaati perintah Tuhan dalam situasi apa pun serta berusaha menghafal firman Tuhan. Sekalipun situasi tidak mendukung tetapi percaya pada janji-janji Tuhan adalah harga mati, karena Tuhan tak pernah ingkar janji.[RS]