Kita semua telah menyaksikan bagaimana pandemi mendatangkan banyak masalah secara fisik,
finansial, dan juga emosional. Sadarkah kita, ada orang-orang di lingkaran kita yang menanggung
beban cukup berat di musim-musim ini? Termasuk di antara mereka adalah gembala kita, pendeta
kita. Tidak ada seminari mengenai bagaimana menjadi pendeta di masa pandemi, tidak ada pertemuan
pelatihan pendeta tentang kapan harus membuka kembali gereja, bagaimana mereka dapat menjadi
"pengkhotbah digital" saat mereka terbiasa berinteraksi secara verbal dengan jemaat. Terlebih
lagi merekalah yang berjaga-jaga atas jiwa kita sebagai orang-orang yang harus bertanggung jawab
atasnya. Mereka ditetapkan Roh Kudus menjadi penilik untuk menggembalakan jemaat Allah. Dengan
mengetahui peran dan tanggung jawab mereka yang begitu besar, sudah seharusnya kita pun tidak
melupakan tempat dimana kita digembalakan. Kita perlu bersinergi dengan menyadari peran kita
sebagai domba yang digembalakan.
Harun dan Hur memberi teladan kita tentang hal terbaik yang dapat kita lakukan untuk mendukung
gembala kita. Harun dan Hur hadir untuk Musa, mereka mengambil sebuah batu supaya Musa yang
sudah lelah dapat duduk, mereka menopang tangan Musa agar tetap terangkat. Kehadiran kita
berarti bagi gembala kita. Hal ini dapat kita praktikkan dengan menjaga kesetiaan terhadap
gereja. Jika gereja Anda telah memungkinkan pertemuan ibadah secara tatap muka, hadirlah di
sana. Bukan hanya hadir, tapi juga setia dalam tanggung jawab kita sebagai anggota gereja.
Ingat, mereka tidak hanya mencari tujuan Tuhan untuk gereja di tengah pandemi, tapi juga tentang
bagaimana gereja perlu adaptif setelah pandemi. Kita perlu memberi dukungan langsung terhadap
pemimpin rohani kita melalui doa. Pemimpin rohani kita perlu didoakan, berdoalah supaya
perjalannya bersama Tuhan tetap penuh gairah, berdoa untuk pelayanan mereka, dan berdoa untuk
kehidupan pribadi mereka. Ingat, kita adalah domba-domba yang digembalakan, bukan sekedar
penggemar ibadah daring. [LS]