Hustle culture adalah budaya kerja non-stop dengan sedikit atau tanpa istirahat. Kultur ini berkembang pesat di berbagai lapisan masyarakat, baik di kalangan kerah biru maupun kerah putih, pekerja formal maupun informal. Dalam kultur ini, produktivitas dianggap berbanding lurus dengan durasi kerja. Hustling (bergegas) dipercaya menjadi kunci untuk bisa mencapai kesuksesan. Akibatnya, resting (beristirahat) dipandang sebagai suatu kemalasan. Sisi gelap dari kultur ini adalah burn out, bahkan kematian karena kerja berlebihan yang terkenal dengan istilah "gwarosa" di Korea Selatan ataupun "karoshi" di Jepang. Beberapa ciri paling umum dari orang yang terjebak dalam hustle culture adalah merasa bersalah ketika sedang istirahat, tidak paham bagaimana cara resting yang cocok untuk diri sendiri, dan dihantui perasaan untuk harus selalu produktif bahkan ketika sedang resting.
Bacaan Alkitab kita mengajarkan bahwa untuk segala sesuatu ada waktunya. Ada waktu untuk bekerja, maka ada waktu untuk beristirahat. Hustling bukanlah sesuatu yang salah karena setiap orang pasti mendambakan kehidupan yang lebih baik. Namun alangkah baiknya jika Anda paham kapan harus berhenti sejenak. Tuhan Allah pun menciptakan bumi dan segala isinya selama enam hari berturut-turut dan Ia berhenti pada hari yang ketujuh. Setiap anak Tuhan adalah bait kudusnya Allah, pahami cara untuk menjaganya dengan baik termasuk tubuh, jiwa dan roh. Cari tahu cara resting yang cocok untuk diri Anda sendiri. Secara umum, tubuh manusia membutuhkan tidur yang berkualitas dan olahraga yang cukup agar kebugarannya terjaga. Pikiran dan jiwa Anda perlu dibebaskan dari segala stres secara berkala. Roh Anda juga bisa letih dan butuh disegarkan. Mendekatlah kepada Tuhan karena hanya Dia yang bisa memberikan kelegaan yang sejati bagi roh kita. Kenali dan terapkan cara beristirahat yang cocok untuk diri Anda agar Anda bisa kembali fully recharged. Karena hanya pada saat anda fully recharged barulah Anda bisa melanjutkan hustling. [EV]